Iklan

Berikut Pasal-pasal dalam RUU Penyiaran yang Menimbulkan Masalah bagi Kebebasan Pers

Liputan Jurnalis
Jumat, 17 Mei 2024, Mei 17, 2024 WIB Last Updated 2025-03-17T18:26:25Z

 

Beberapa pasal dalam draf Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran atau RUU Penyiaran memicu kontroversi. Dokumen tertanggal 27 Maret 2024 ini dikritik karena terdapat pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers.


Draf RUU Penyiaran yang diperoleh Tempo terdiri dari 14 BAB dengan total 149 Pasal.


Sejumlah pasal yang dianggap bisa menghambat kebebasan pers di Indonesia antara lain adalah larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Selain itu, revisi UU Penyiaran juga berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan Dewan Pers terkait penyelesaian sengketa jurnalistik.


Berikut adalah pasal-pasal bermasalah dalam draf RUU Penyiaran:


1. **Pasal 8A huruf (q)**


Pasal ini menyebutkan bahwa KPI berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran, yang tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan bahwa sengketa pers harus diselesaikan oleh Dewan Pers.


2. **Pasal 42 ayat 2**


Seperti Pasal 8A huruf q, pasal ini juga mengatur bahwa sengketa jurnalistik ditangani oleh KPI, bertentangan dengan UU Pers yang menetapkan bahwa sengketa jurnalistik diselesaikan oleh Dewan Pers.


3. **Pasal 50B ayat 2 huruf (c)**


Pasal ini memuat aturan yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, yang dianggap menghambat kebebasan pers.


4. **Pasal 50B ayat 2 huruf (k)**


Pasal ini melarang konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik, serupa dengan pasal "karet" dalam UU ITE yang banyak digunakan untuk memenjarakan orang atas tuduhan pencemaran nama baik.


5. **Pasal 51 huruf E**


Pasal ini mengatur bahwa sengketa yang timbul akibat keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan, yang tumpang tindih dengan UU Pers.


Sumber : Tempo

Komentar

Tampilkan

Trending