Jakarta, Liputanjurnalis.com - Di tengah hiruk-pikuk politik yang kian pragmatis, dan dunia digital yang tak lagi mengenal batas, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menghadapi tantangan besar: bagaimana menjaga idealisme dan jati diri perjuangan Islam dalam arus disrupsi zaman?
Sejak awal berdirinya, HMI tidak hanya dikenal sebagai organisasi mahasiswa, tetapi juga sebagai laboratorium intelektual Islam yang melahirkan banyak pemimpin bangsa. Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI menjadi fondasi spiritual dan ideologis untuk menyeimbangkan iman dan ilmu, moral dan rasionalitas, agama dan kemajuan. Namun kini, di tengah derasnya arus digitalisasi, nilai-nilai itu sering kali tertinggal di ruang retorika — belum sepenuhnya menjadi arah gerak kader di ruang publik modern.
Politik Islam saat ini tidak lagi berlangsung di masjid atau ruang diskusi kampus saja, melainkan di media sosial — tempat opini lebih cepat viral daripada substansi. Identitas agama kerap dimanfaatkan sebagai komoditas politik, memunculkan polarisasi yang tajam di masyarakat. Di titik ini, NDP HMI seharusnya menjadi mercusuar moral, menuntun kader untuk berpikir jernih, bertindak adil, dan menempatkan Islam sebagai nilai peradaban, bukan alat kekuasaan.
Era disrupsi menuntut generasi HMI untuk memahami teknologi bukan sekadar sebagai alat komunikasi, tetapi medan dakwah dan perjuangan intelektual. Literasi digital, kemampuan berpikir kritis, dan keberanian mengemukakan gagasan rasional menjadi bentuk baru “jihad intelektual” yang sejalan dengan semangat NDP.
Revitalisasi NDP bukan tentang menulis ulang dokumen ideologi, melainkan menghidupkannya kembali dalam bentuk aksi nyata. Kader HMI perlu hadir sebagai pelopor etika politik Islam — menjaga integritas, menolak politik uang, serta menegakkan nilai amanah dan keadilan dalam setiap gerakan sosial maupun politik.
Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap elit, kader HMI seharusnya tampil sebagai “intelektual publik” yang menjembatani agama dan realitas, bukan sekadar pengikut tren politik yang bising. Nilai tauhid dalam NDP mengajarkan kesadaran tunggal akan keadilan dan kemanusiaan, yang hari ini perlu diterjemahkan dalam keberpihakan kepada kebenaran dan rakyat.
Era disrupsi bukan ancaman, tetapi peluang. Bila NDP direvitalisasi dengan kesadaran digital dan kecerdasan sosial, HMI dapat kembali memainkan peran strategis: melahirkan generasi Muslim intelektual yang memimpin dengan akhlak, berpikir dengan ilmu, dan berjuang dengan nilai.
HMI harus mampu membuktikan bahwa Islam tidak anti-modernitas, tetapi justru membawa nilai etis yang memperkaya demokrasi dan kemajuan bangsa.
Sebagaimana bintang Gemini yang selalu mencari keseimbangan antara logika dan intuisi — begitulah seharusnya kader HMI di era disrupsi: tangkas membaca zaman, tapi tetap teguh pada nilai dasar perjuangan.
( Andar Bastian Simanjuntak )
