BOGOR.liputanjurnalis.com — Modernisasi di Kota Bogor terus bergerak cepat, lahan demi lahan berganti rupa dalam waktu singkat. Namun di balik gemerlap pembangunan, terselip ancaman nyata terhadap jejak sejarah masa lalu Sunda. Forum Kabuyutan Pakuan Pajajaran (FKPP) melayangkan laporan resmi terkait dugaan pengerusakan kawasan yang diyakini sebagai situs peninggalan Kerajaan Pakuan Pajajaran — pusat peradaban Sunda di masa silam.
Kasus ini mencuat setelah hampir tujuh tahun para pemerhati budaya menyimpan kegelisahan. Struktur tanah yang berubah, batu-batu berukir yang terangkat, hingga artefak yang berpindah tanpa dokumentasi menjadi sinyal kuat bahwa ada yang tidak beres. Aktivitas pembangunan disebut dilakukan tanpa kajian arkeologi yang semestinya.
Seorang perwakilan FKPP menegaskan bahwa yang dipertaruhkan bukan hanya benda tua tanpa makna.
“Ini bukti eksistensi peradaban Sunda. Jika hilang, generasi mendatang kehilangan identitasnya,” ujarnya.
Minim Perlindungan, Minim Pengawasan
Ironisnya, kawasan yang disebut sebagai jejak Kerajaan Pakuan Pajajaran itu tak memiliki papan penanda yang menyatakan status cagar budaya. Situasi ini memberikan celah bagi intervensi pihak yang tidak memahami nilai sejarah yang terkubur di bawah tanah Bogor.
FKPP juga menyoroti pemerintah daerah yang dinilai tidak menunjukkan keseriusan dalam pelestarian situs budaya. Aspirasi masyarakat adat dan budayawan disebut kerap tak dihiraukan, sementara pembangunan terus melaju tanpa rem.
Padahal, UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menegaskan bahwa setiap dugaan situs bersejarah wajib diteliti dan dilindungi, serta melarang keras tindakan perusakan dengan ancaman sanksi pidana.
Masyarakat Tanpa Pegangan
Warga sekitar pernah menyaksikan pemindahan batu berukir oleh pihak yang tidak jelas otoritasnya. Namun tanpa informasi dan pengawasan dari instansi terkait, masyarakat tak tahu harus bertindak seperti apa. Mereka hanya melihat satu per satu jejak sejarah menghilang dari pandangan.
“Kami tidak ingin sejarah ini tinggal nama. Jangan sampai anak cucu kami bertanya di mana Pakuan, tapi kami tak punya bukti lagi,” tutur salah seorang warga.
Pembangunan memang kebutuhan kota yang berkembang. Tetapi tanpa batas dan kajian, pembangunan justru berpotensi menjadi pemusnah identitas. Jejak masa lalu Sunda bukan sekadar cerita legenda — ia adalah bukti fisik yang membangun akar kebudayaan masyarakat Bogor hingga hari ini.
Kini, kasus ini berada di tangan aparat penegak hukum setelah laporan FKPP diterima. Para pemerhati budaya menuntut penindakan nyata, bukan janji yang menguap seperti banyak kasus pelestarian cagar budaya lainnya.
Karena hilangnya situs budaya bukan hanya soal kerusakan fisik. Itu berarti memutus hubungan masyarakat dengan memori kolektifnya.
Jika tidak segera ditangani, Pakuan bisa saja tinggal legenda dalam buku pelajaran — tanpa b
ukti, tanpa pijakan, dan tanpa identitas.
