Saat ditanya mengenai peran dan tugasnya sebagai kader, yang bersangkutan justru menunjukkan sikap tidak menerima atas pertanyaan tersebut.
Kader tersebut menyampaikan bahwa dirinya hanya menerima honor sebesar Rp75 ribu per bulan, sehingga merasa keberatan ketika ditanya lebih jauh mengenai tugas dan tanggung jawabnya.
Situasi kemudian memanas ketika suami kader tersebut turut campur dalam pembicaraan. Dengan nada yang dianggap mengintimidasi, ia bahkan mengajak awak media untuk datang ke rumah mereka, seolah menunjukkan ketidakterimaan atas pertanyaan yang diajukan.
Padahal, sesuai aturan, kader memiliki peran penting dalam membantu program pemerintah di tingkat desa, khususnya dalam bidang kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan kegiatan sosial.
Sementara itu, kontrol sosial yang dilakukan oleh media merupakan bagian dari tugas jurnalistik untuk memastikan transparansi serta meningkatkan pemahaman publik terhadap fungsi para kader di lapangan.
Peristiwa ini mencerminkan masih adanya miskomunikasi dan kurangnya pemahaman sebagian kader terhadap tugas pokok dan fungsi (tupoksi) mereka, sekaligus menegaskan pentingnya keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan kegiatan di tingkat desa.
(Robbi)