Notification

×

Iklan

Iklan

Ombudsman Ungkap 8 Masalah dalam Program MBG Usai Kasus Keracunan

Selasa, 30 September 2025 | 07.19.00 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-04T16:27:56Z
JAKARTA.liputanjurnalis.com – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan delapan masalah utama dalam penyelenggaraan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Temuan ini disampaikan setelah serangkaian kasus keracunan massal yang menimpa ribuan siswa penerima program di berbagai daerah, Selasa (30/09/2025).


Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan persoalan pertama adalah kesenjangan besar antara target dan realisasi penerima manfaat. Dari target 82,9 juta penerima pada 2025, realisasi baru mencapai 22,7 juta orang. Sementara itu, dari target 30.000 Satuan Pemberi Program Gizi (SPPG), baru terealisasi 8.450 unit atau sekitar 27%.


“Angka-angka ini memberikan gambaran tentang tantangan skalabilitas dan logistik yang harus segera dibenahi. Jika tata kelola diperkuat, program ini seharusnya mampu menjangkau anak bangsa secara merata dan berkeadilan,” kata Yeka dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (30/9/2025).


Masalah kedua adalah maraknya kasus keracunan massal. Sejak Januari hingga September 2025, Ombudsman mencatat 34 kejadian luar biasa keracunan makanan dengan ribuan korban, mayoritas anak sekolah.


“Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan peringatan serius bahwa pengawasan mutu, pengolahan, dan distribusi makanan masih memiliki celah besar,” tegasnya.


Masalah lainnya meliputi:

3. Penetapan mitra yayasan dan SPPG yang belum transparan serta rawan konflik kepentingan.

4. Keterbatasan dan distribusi sumber daya manusia, termasuk keterlambatan honorarium guru dan relawan.

5. Ketidaksesuaian mutu bahan baku akibat belum adanya standar acceptance quality limit.

6. Penerapan standar pengelolaan makanan yang tidak konsisten.

7. Distribusi makanan yang belum tertib dan membebani guru di sekolah.

8. Sistem pengawasan yang masih bersifat reaktif dan belum berbasis data.


Empat Potensi Maladministrasi


Dari delapan masalah tersebut, Ombudsman menilai terdapat empat bentuk maladministrasi utama dalam penyelenggaraan MBG:


1. Penundaan Berlarut – terlihat dari verifikasi mitra yang berjalan tanpa kepastian waktu serta keterlambatan pencairan honorarium staf lapangan.


2. Diskriminasi – adanya potensi afiliasi sejumlah yayasan dengan jejaring politik sehingga rawan konflik kepentingan.


3. Tidak Kompeten – lemahnya penerapan SOP, seperti dapur yang tidak mencatat suhu dan sampel makanan, sehingga investigasi kasus keracunan terhambat.


4. Penyimpangan Prosedur Pengadaan – misalnya kasus di Bogor, ketika beras medium berkadar patah di atas 15% diterima meski kontrak menyebut beras premium, serta temuan sayuran busuk dan lauk tidak lengkap.


“Empat bentuk maladministrasi ini bukan sekadar kelemahan tata kelola, melainkan pengingat penting bahwa prinsip pelayanan publik harus ditegakkan sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,” pungkas Yeka.


(Roby)

×
Berita Terbaru Update