Insiden bermula saat tim gabungan dari wartawan dan LSM melakukan investigasi lapangan terhadap proyek tersebut, Selasa (24/6/2025). Imron R. Sadewo, yang dikenal publik sebagai Bocah Angon—anggota Tim ITE DPP Ruang Jurnalis Nusantara (RJN) sekaligus Wakil Pemimpin Redaksi media online nasional—melakukan siaran langsung melalui media sosial TikTok.
Dalam siaran itu, Imron menyampaikan hasil pantauan yang menyebutkan adanya dugaan ketidaksesuaian pelaksanaan proyek dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.
Namun, bukannya mendapat klarifikasi teknis dari pihak terkait, akun TikTok bernama Bang Jack—yang diduga merupakan bagian dari tim pelaksana proyek—justru menanggapi dengan komentar singkat: “Koplak.” Komentar bernada merendahkan tersebut memicu reaksi keras dari kalangan pers.
RJN: Serangan terhadap Profesi Jurnalis
Menanggapi insiden tersebut, Wakil Ketua Dewan Pengawas DPP Ruang Jurnalis Nusantara, Syarifuddin, menilai komentar itu sebagai bentuk penghinaan terhadap profesi wartawan.
“Pernyataan seperti itu mencerminkan arogansi dan sikap anti-transparansi. Wartawan adalah pilar demokrasi dan bekerja di bawah perlindungan undang-undang. Ini bukan era proyek feodal,” tegas Syarifuddin, Rabu (25/6).
Ia juga mengingatkan bahwa tindakan merendahkan dan menghalangi kerja jurnalistik dapat dijerat hukum. Di antaranya:
Pasal 18 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengatur sanksi pidana bagi siapa pun yang menghambat kerja pers.
Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, terkait penghinaan dan ujaran diskriminatif di ruang digital.
Seruan Transparansi dan Audit Proyek
RJN mendorong aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti insiden ini. Selain itu, organisasi ini juga meminta agar proyek peningkatan jalan tersebut diaudit secara menyeluruh demi menjamin penggunaan anggaran negara sesuai aturan.
“Ketika kritik dibalas caci maki, publik patut curiga ada yang disembunyikan. Proyek boleh berjalan, tapi etika harus tetap dijunjung tinggi,” kata Syarifuddin.
RJN juga mengimbau insan pers di seluruh Indonesia untuk tetap teguh menyuarakan kebenaran dan tidak gentar terhadap intimidasi.
“Jika suara wartawan dianggap ancaman, itu artinya ada pihak yang takut pada transparansi,”pungkasnya.